Friday, March 2, 2012

Taman Pintar, Wahana Rekreasi Pendidikan Anak


Jika berkunjung ke Kota Jogja bersama keluarga tidak lengkap rasanya jika belum berkunjung ke Taman Pintar. Taman Pintar merupakan taman hiburan yang dikombinasikan dengan Ilmu Pengetahuan. Wahana didalamnya sangat baik untuk anak-anak yang sedang tumbuh berkembang. Taman Pintar terletak di daerah pusat Kota Yogyakarta. Taman Pintar hadir sebagai sebuah wahana wisata baru untuk anak-anak yakni Taman Pintar dibangun sebagai wahana ekpresi, apresiasi dan kreasi dalam suasana yang menyenangkan.


Pembangunan Taman Pintar ini dimulai pada bulan Mei 2006 dan diresmikan pada 9 Juni 2007 oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono X, bersama dua menteri, yakni Kusmayanto Kadiman, Ph.D sebagai Menteri Riset dan Teknologi dan Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA sebagai Menteri Pendidikan Nasional. Taman ini telah berhasil memadukan konsep pendidikan dengan konsep permainan sebagai sarana penyebaran informasi khazanah iptek. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan apresiasi, merangsang rasa ingin tahu, menumbuhkan kesadaran, dan memancing kreatifitas anak-anak terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.

Taman Pintar juga ingin mewujudkan salah satu ajaran Ki Hajar Dewantara yakni dalam 3N yaitu Niteni (memahami/mengingat), Nirokake (menirukan), dan Nambahi (mengembangkan). Dengan pendekatan itulah taman ini memilih maskot dalam bentuk Burung Hantu Memakai Blangkon. Burung Hantu dimaknai sebagai burung malam yang mempunyai kepekaan tinggi, mampu mempelajari, dan mampu merasakan kejadian alam yang ada di sekitarnya, sedangkan blangkon merupakan pakaian adat Yogyakarta yang menunjukkan identitas kemasyarakatannya.


Zona Taman Pintar ini terbagi menjadi 4 bagian, antara lain Playground, Gedung Heritage, Gedung Oval, dan Gedung Kotak. Keunggulan dari wahana yang dimiliki Taman Pintar adalah Alat Peraga Iptek Interaktif. Interaktifitas yang ditawarkan dapat menyuguhkan pembelajaran yang mengasikkan bagi anak-anak.

Bagian pertama adalah Playground yang merupakan daerah penyambutan dan permainan serta sebagai ruang publik bagi pengunjung. Pada wilayah ini terdapat sejumlah wahana bermain untuk anak seperti Forum Batu, Pipa Bercerita, Rumah Pohon, Parabola Berbisik, Air Menari, Koridor Air, Desaku Permai, Jembatan Goyang, Spektrum Warna, Dinding Berdendang, Sistem Katrol, Istana Pasir, Engklek, dan Jungkat-jungkit.

Bagian kedua adalah Gedung Heritage yang diperuntukkan bagi Pendidikan Anak Berusia Dini atau PAUD. Didalamnya dikhususkan untuk pendidikan dan permainan anak-anak usia pra-sekolah hingga TK. Bagian ketiga adalah Gedung Oval Zona yang terdiri dari zona pengenalan lingkungan dan eksibisi ilmu pengetahuan, zona pemaparan, sejarah, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bagian terakhir atau keempat adalah Gedung Kotak yang terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama sebagai zona sarana pelengkap Taman Pintar yang mencakup radio anak Jogja, ruang pameran, food court, ruang audiovisual, dan souvenier counter. Kemudian lantai dua sebagai zona materi dasar dan penerapan iptek yang terdiri dari jembatan sains, perpustakaan, Indonesiaku, teknologi canggih, dan teknologi populer. Sedangkan lantai ketiga terdiri dari laboratorium courses class, sains, animasi dan tv. (kotajogja.com)

Museum Benteng Vredeburg, Saksi Bisu Belanda di Yogyakarta



Bangunan yang terletak tepat di seberang Istana Kepresidenan Yogyakarta, merupakan salah satu bangunan yang menjadi wisata arsitektur di Kawasan Nol Kilometer atau Jalan A. Yani, seruas Jalan Malioboro. Bangunan yang dulu dikenal dengan nama Rusternburg (peristirahatan) dibangun pada tahun 1760. Kemegahan yang dirasakan saat ini dari Benteng Vredeburg pertama kalinya diusulkan pihak Belanda melalui Gubernur W.H. Van Ossenberch dengan alasan menjaga stabilitas keamanan pemerintahan Sultan HB I. Pihak Belanda menunggu waktu 5 tahun untuk mendapatkan restu dari Sultan HB I untuk menyempurnakan Benteng Rusternburg tersebut. Pembuatan benteng ini diarsiteki oleh Frans Haak. Kemudian bangunan benteng yang baru tersebut dinamakan Benteng Vredeburg yang berarti perdamaian.


Benteng Vredeburg ini memiliki denah berbentuk persegi dan menghadap barat. Sebelum memasuki pintu gerbang utama terdapat sebuah jembatan sebagai jalan penghubung utama arus keluar masuk Benteng Vredeburg. Ciri khas pintu gerbang ini bergaya arsitektur klasik Eropa (Yunani-romawi). Hal ini dapat dilihat melalui bagian tympanium yang disangga empat pilar yang bergaya doric. Sejarah kepemilikan Benteng Vredeburg adalah milik Kasultanan Yogyakarta, tetapi atas kepentingan Belanda maka benteng ini berpindah tangan pada Pemerintahan Belanda (VOC) dibawah pengawasan Nicolaas Harting, Gubernur Direktur Pantai Utara Jawa. Pada saat masih berfungsi sebagai benteng, bangunan ini dikelilingi oleh parit yang berfungsi sebagai pertahanan awal dari serangan musuh. Namun sekarang parit tersebut hanya tersisa di bagian depan gerbang utama dan hanya berfungsi sebagai drainase saja.

Sampai saat ini masih kita jumpai bastion yang berada di keempat sudut benteng. Keempat bastion itu diberi nama Jayawisesa (barat laut), Jayapurusa (timur laut), Jayaprokosaningprang (barat daya), dan Jayaprayitna (tenggara).Pada bagian dalam benteng terdapat bangunan yang disebut gedung Pengapit Utara dan Selatan. Bangunan ini pada mulanya diperkirakan digunakan sebagai kantor administrasi. Berdasarkan hasil penelitian bentuk asli, bangunan yang ada merupakan bentuk asli dengan ornamen gaya Yunani masa Renaisance. Hal ini menunjukkan usianya yang relative lebih tua dan lebih dekoratif dibandingkan dengan bangunan yang lain. Dari masa ke masa benteng ini mengalami perubahan fungsi dan bentuk sesuai keadaan politik saat itu. Seperti yang dijumpai pada masa sekarang, benteng ini telah berubah fungsi menjadi museum.

(Aan Ardian/www.kotajogja.com)

Tuesday, February 28, 2012

Candi Banyunibo


Keindahan bisa kita temukan dimana saja, tidak harus di pusat keramaian yang menjadi tempat banyak orang berkumpul. Terkadang di ujung sepi pun kita bisa menemukan tempat-tempat yang indah dan megah. Di era modern sekarang ini jarak tempuh yang jauh sudah tidak menjadi masalah dikarenakan banyak pilihan jenis transportasi yang siap mengantar kita menuju tempat tersebut.

Candi Banyunibo berdiri diantara persawahan yang luas dan terselip diantara rerimbunan pepohonan dan jalan desa yang belum mulus teraspal dari jalan utama menuju kota. Candi yang berlokasi di Dusun Cepit, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Candi Banyunibo adalah peninggalan abad ke-9 yang diketemukan kembali pada tahun 1940. Candi Buddha yang berukuran kurang lebih 16m x 15m dengan tinggi 15m diperkirakan adalah candi induk yang memiliki enam buah candi perwara (pendamping) yang berada disisi selatan dan timur candi induk. Sekarang ini candi perwara hanyalah sebuah alas stupa dengan puing-puing batu yang berserakan.

Memasuki Candi Banyunibo kita akan menaiki tangga yang dibagian depan sisi kanan dan kiri akan disambut arca singa. Setelah naik di ujung tangga kita akan melihat pintu masuk dengan hiasan relief yang tidak sempurna karena ada beberapa batu baru terpasang tanpa dipahat sesuai yang aslinya. Pintu ini membentuk lorong sepanjang 1,5 meter dengan bentuk melengkung keatas dan terdapat beberapa relief yang terpahat di batu-batu tersebut--relief Dewi Hariti/dewi kesuburan pada dinding sisi utara dan relief suami Dewi Hariti /Vaisaravana di dinding bagian selatan--. Di dalam ruang utama Candi Banyunibo ini, terdapat delapan buah jendela yang masing-masing terbagi dua di setiap sisi candi ini dan tiga relung tanpa arcaberada tepat di tengah-tengah jendela tersebut. Pada bagian atas luar Candi Banyunibo, kita akan melihat setiap relung yang menghiasi candi ini dari berbagai sisi, dan di bagian bawah candi ini, kita akan menemukan pahatan yang mengelilingi candi ini dengan beberapa motif.

Matahari semakin menurun dengan semburat warna senja mengkakhiri hari yang terang menuju hari gelap menyertai kepulangan kami menuju kota tempat kita hidup dan menjemput rejeki yang tersebar dimuka bumi ini tanpa batas.

(ardianahmad/www.kotajogja.com)

Foto - Foto Lain


Gembiraloka Zoo


Gembira Loka sampai sekarang masih menjadi tempat hiburan dengan koleksi binatang terlengkap di Yogyakarta. Kebun binatang yang juga museum zoologi ini berlokasi di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta. Lokasinya hanya empat kilomoter dari terminal Giwangan dan enam kilometer dari Yogyakarta. Gembira Loka dapat dicapai dengan bus umum jalur tujuh atau sembilan dengan biaya Rp 2000,- atau dapat juga menggunakan Transjogja 1B dengan biaya Rp 3000,-

Sesuai arti Gembira Loka, yaitu tempat bersenang-senang, kebun binatang ini memang dibangun dengan maksud memberikan tempat hiburan bagi masyarakat Yogyakarta. Ide pertama kali dicetuskan pada tahun 1933. Namun karena banyaknya kendala, pembangunan baru dilakukan pada tahun 1953. Yayasan kebun Raya dan Gembira Loka ditunjuk sebagai pelaksana pembangunan. Dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1955, dilangsungkan peletakan batu pertama oleh Sri Paku Alam VIII. Pembangunan terus dilakukan secara berkelanjutan sampai tahun 1975.

Kini Gembira Loka telah menjadi salah satu objek wisata yang paling banyak dikunjungi, menyaingi Malioboro dan Yogyakarta. Berbagai jenis tubuh-tumbuhan dan hewan baik yang hidup dan mati terdapat di Gembira Loka. Jumlah koleksi tumbuhan di museum ini kurang lebih 60 spesies tanaman langka seperti miri hutan, kepel, randu alas, keben, siperes, dan lain-lain. Sedangkan spesies hewan yang ada sekitar 311 jenis seperti harimau, kida nil, jerapah, anoa, gajah, buaya, dan lain-lain. Di Gembira Loka, dipamerkan pula hewan-hewan yang diawetkan. Koleksi hewan-hewan yang diawetkan dapat dilihat di museum dekat danau buatan. Gembira Loka dihiasi taman yang permai dengan pohon-pohon tua yang besar dan rindang. Tumbuhan-tumbuhannya dibiarkan tumbuh dengan bebas agar menampakkan kesan alami.
Sebagai sarana rekreasi keluarga, Gembira Loka dilengkapi berbagai fasilitas. Dekat pintu gerbang masuk, disediakan teman bermain dan replika gua. Bagi yang tak puas hanya melihat hewan-hewan dari jauh dapat pula menunggangi gajah atau unta dan berfoto dengan bururng-burung kakaktua, orangutan, atau ular jika berani. Adapula wahana-wahana hiburan seperti kereta mini, perahu angsa, sampai flying fox.
Gembira Loka buka setiap hari mulai pukul 07.30 - 17.30 WIB. Sedang pada hari minggu atau libur buka sampai 19.30 WIB. Harga tiket masuk untuk hari biasa adalah Rp 12.000,- dan untuk hari libur adalah Rp 15.000,-. Terhitung mulai tanggal 19 juni hingga 10 Juli, memasuki masa liburan sekolah, harga tiket setiap hari Rp 15.000,-.
(Fahmi Istanto/kotajogja.com)
Foto - Foto Lain




Candi Ijo


Candi Ijo adalah candi Hindu yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko atau kita-kira 18 km di sebelah timur kota Yogyakarta. Candi ini dibangun pada abad ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno, dan terletak pada ketinggian 410 meter di atas permukaan laut. Karena berada di atas bukit yang disebut Gumuk Ijo, maka pemandangan di sekitar candi sangat indah, terutama kalau melihat ke arah barat akan terlihat wilayah persawahan dan Bandara Adisucipto
Candi ini merupakan kompleks 17 buah bangunan yang berada pada sebelas teras berundak. Pada bagian pintu masuk terdapat ukiran kala makara, berupa mulut raksasa (kala) yang berbadan naga (makara), seperti yang nampak pada pintu masuk Candi Borobudur. Dalam kompleks candi ini terdapat tiga candi perwara yang menunjukkan penghormatan masyarakat Hindu kepada Trimurti: Brahma, Wisnu, dan Syiwa
Foto - Foto Lain


Monday, February 27, 2012

Candi Sewu


Candi Sewu terletak di dukuh Bener, desa Bugisan, kecamatan Candi Prambanan, kabupaten Klaten, propinsi Jawa Tengah. Dahulu candi ini berada di tengah-tengah pemukiman penduduk yang cukup padat. Yang sekarang sebagian telah dikosongkan untuk lokasi Taman Wisata Candi Borobudur - Candi Prambanan Unit Candi Prambanan. Dengan demikian Candi Sewu kini berada dalam lingkungan Taman Wisata Unit Candi Prambanan, tepatnya disebelah utara Candi Prambanan. Candi ini terletak sekitar delapan belas kilometer di sebelah timur kota Yogyakarta.
Candi Sewu merupakan kompleks candi berlatar belakang agama Buddha terbesar di Jawa tengah di samping Candi Borobudur, yang di bangun pada akhir abad VIII M. Ditinjau dari luas dan banyaknya bangunan yang ada di dalam kompleks, diduga Candi Sewu dahulu merupakan candi kerajaan dan salah satu pusat kegiatan keagamaan yang cukup penting pada jamannya. Sedangkan dilihat dari lokasi, letak Candi Sewu yang tidak jauh dari Candi Prambanan, menunjukkan bahwa pada saat itu dua agama besar dunia yaitu Hindu dan Buddha berdampingan secara damai.
Pada tahun 1960, di kompleks Candi Sewu telah ditemukan prasasti berangka tahun 714 c atau 792 M, yang isinya antara lain menyebutkan adanya penyempurnaan bangunan suci yang bernama Manjus'rigra. Berdasarkan prasasti tersebut, diduga nama asli Candi Sewu adalah Manjus'rigra yang artinya rumah Manjusri, Yaitu salah satu Boddhisatawa dalam agama Buddha. Mengenai tahun pendirian bangunan tersebut sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun tentunya sebelum tahun 792 M yang diketahui sebagai tahun penyempurnaan bangunan. Prasasti Kelurak yang berangka tahun 782 M yang ditemukan di dekat Candi Lumbung yakni beberapa ratus meter dari Candi Sewu, menurut R. Soekmono dihubungkan dengan Candi Sewu. Prasasti-prasasti tersebut tidak menyebutkan secara jelas nama raja yang memerintahkan membuat bangunan suci tersebut. Meskipun demikian dari data lain diduga Candi Sewu mulai didirikan pada akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran, seorang raja besar dari kerajaan Mataram kuno yang memerintah tahun 746-784 M.
Candi Sewu merupakan sebuah bangunan yang cukup luas, yang didalamnya terdapat 249 buah bangunan terdiri atas satu Candi Induk, delapan Candi Apit, dan 240 Candi Perwara. Berdasarkan temuan fondasi pagar di sebelah timur kompleks Candi Sewu pada tahun 194, diduga kompleks Candi Sewu dahulu terbagi dalam tiga halaman yang masing-masing dipisahkan oleh pagar keliling. Candi induk terletak pada halaman pertama yang dibatasi oleh pagar keliling setinggi delapan lima centimeter, dan berdenah persegi empat (40x41 meter). Denah bangunan utama candi berbentuk palang bersudut 20 dengan garis tengah 28,9 M
Candi Induk Sewu mempunyai bilik utama (bilik tengah) dan empat buah bilik penampil. Masing-masing bilik penampil mempunyai pintu masuk. Pintu masuk sebelah timur sekaligus berfungsi sebagai pintu masuk utama menuju bilik tengah. Dengan demikian Candi Induk Sewu menghadap ke timur.
Candi Perwara dan candi Apit seluruhnya terdapat pada halaman kedua. Candi Perwara disusun dalam empat deret membentuk empat persegi panjang yang konsentris. Pada deret I terdapat 2 bangunan, deret II 44 bangunan, deret III delapan puluh bangunan, dan deret IV terdapat delapan puluh delapan bangunan. Seluruh Candi Perwara yang berada pada deret I, II Dan IV mempunyai orientasi keluar (membelakangi Candi Induk), sedangkan deret III mempunyai orientasi kedalam (menghadap Candi Induk), Candi Apit terletak di antara Candi Perwara deret II dan III, masing-masing sepasang di setiap penjuru. Kedudukan setiap pasang Candi Apit mengapit jalan yang membelah halaman ke dua tepat pada sumbu-sumbunya. Delapan Candi Apit tersebut mempunyai orientasi ke jalan yang membelah halaman kedua. Pada keempat ujung jalan di dekat pagar halaman ke dua, masing-masing terdapat sepasang arca Dwarapala ukuran raksasa. Tinggi arca kurang lebih 229,5 cm dan ditempatkan diatas lapik persegi setinggi kurang lebih 111 cm. Pintu dan pagar keliling halaman kedua yang terbuat dari batu putih pada saat ini dalam keadan runtuh. Namun berdasarkan reuntuhannya dapat diketahui bahwa pagar keliling halaman ke dua halaman ini berukuran kurang lebih seratus tujuh puluh meter kali seratus delapan puluh tujuh meter.
Candi Sewu secara vertikal dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kaki, tubuh dan atap candi. Seluruh bangunan terbuat dari batu andesit kecuali inti bangunannya yang terbuat dari tatanan bata merah yang membentuk kubus. Struktur bata merah berbentuk kubus ini tidak dapat dilihat dari luar karena letaknya berada di dalam bangunan. Pada kaki candi terdapat sederetan hiasan relief yang menggambarkan motif purnakalasa atau hiasan jambangan bunga, juga "arca" singa pada setiap sudut pertemuan antara kaki dan struktur tangga. Selain itu pada sisi luar pipi tangga yang ujungnya berbentuk makara, terdapat relief yang menggambarkan seorang yaksa, kalpawrksa, dan jambangan bunga berbentuk sankha.
Dinding tubuh candi membagi bangunan menjadi 13 bagian yaitu satu bangunan tengah, empat lorong, empat selasar dan empat penampil. Setiap penampil mempunyai pintu ke luar dan pintu penghubung dengan lorong, sedangkan lorong-lorong tersebut juga mempunyai pintu penghubung dengan selasar di kanan kirinya. Khusus pada lorong timur terdapat pintu penghubung dengan bilik tengah. Di dalam bilik tengah terdapat sebuah asana lengkap dengan sandaranyya yang ditempatkan merapat ke dinding barat ruangan. Diduga asana tersebut dahulu diisi Arca Manjus'ri yang tingginya kurang lebih 360 cm. Sedangkan setiap bilik penampil diduga dahulu berisi enam arca yang diletakkan dalam enam relung, masing-masing tiga relung, masing-masing tiga relung berjajar di dinding kanan dan kiri. Hiasan-hiasan yang ada pada tubuh candi antara lain :
  • Kala makara pada ambang pintu-pintunya.
  • Relief seorang dewa yang duduk dalam posisi vajrasana, kepalanya dikelilingi rangkaian api (siracakra) sebagai lambang Kedewaan. Relief ini terdapat di bawah kala.
  • Relief-relief yang menggambarkan beberapa penari dan pemain kendang, terdapat pada dinding luar pagar langkan. Gana (makhluk kayangan yang digambarkan seperti orang cebol) terdapat pada sudut-sudut bangunan.
Candi Induk Sewu mempunyai sembilan atap yang terdiri atas empat atap penampil, empat atap lorong, dan satu atap bilik utama, yang semua puncaknya berbentuk stupa. Atap bilik utama merupakan atap yang paling besar dan paling tinggi yang terdiri dari tiga tingkatan. Hiasan-hiasan yang ada pada atap candi antara lain pilaster-pilaster, relung-relung, dan antefik-antefik berhias dewa dan motif tumbuh-tumbuhan. Di dekat candi Sewu terdapat candi-candi maupun situs-situs yang kurang terpelihara. Sebagian candi maupun situs ini sudah tinggal reruntuhan.
Foto - Foto Lain




Candi Sari


Pada umunya ketika membicarakan bangunan candi Buddha banyak orang selalu menyebut Candi Borobudur, padahal ada dua candi di wilayah Yogyakarta bercorak candi Buddha yaitu Candi Kalasan atau Candi Tara dan Candi Sari atau Candi Bendan. Keberadaan Candi Sari tidak jauh dari Candi Kalasan hanya sekitar 3000 meter kearah timur. Secara administratif Candi Sari masuk wilayah Dusun Bendan, Kec. Candi Kalasan, Kab. Sleman, Yogyakarta.

Mengacu pada Prasasti Candi Kalasan (700 Saka/780 Masehi) diterangkan bahwa para penasehat keagamaan Wangsa Syailendra telah menyarankan agar Rakai Panangkaran, mendirikan bangunan suci untuk memuja Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta Buddha. Untuk pemujaan Dewi Tara dibangunlah Candi Kalasan, sedangkan untuk asrama pendeta Buddha dibangunlah Candi Sari Fungsinya sebagai asrama atau tempat tinggal terlihat dari bentuk keseluruhan dan bagian-bagian bangunan dan dari bagian dalamnya. Bahwa candi ini merupakan bangunan agama Buddha terlihat dari stupa yang terdapat di puncaknya. Candi Sari ini diperkirakan dibangun pada abad ke-8 masehi pada periode pemerintahan Rakai Panangkaran bersamaan dengan masa pembangunan Candi Kalasan.

Berdasarkan penjelasan dari Kempers, Candi Sari merupakan bangunaan bertingkat dua atau tiga, dan diperkirakan setiap lantai tersebut memiliki fungsi yang berlainan. Lantai bawah difungsikan untuk kegiatan sehari-hari seperti belajar-mengajar, diskusi dan bersosialisasi dengan penduduk sekitar, lantai atas difungsikan sebagai tempat penyimpanan barang-barang untuk kegiatan ritual agama. Perancangan Candi Sari ini memang sengaja dibuat bertingkat dengan adanya dinding yang menonjol melintang mengelilingi bagiah tengah tubuh candi. Bagian luar bangunan Candi Sari terdapat cekungan atau relung-relung yang menempel di candi tersebut. Diperkirakan, relung-relung tersebut tadinya dihiasi dengan arca-arca Buddha. Dinding luar tubuh dipenuhi pahatan arca dan hiasan lain yang sangat indah. Ambang pintu dan jendela masing-masing diapit oleh sepasang arca lelaki dan wanita dalam posisi berdiri memegang teratai. Setiap permukaan pada dinding Candi Sari terdapat pahatan arca yang memiliki ukuran yang sama dengan tubuh manusia pada umumnya. Jumlah keseluruhan pahatan arca adalah 36 buah, sisi bagian barat terdapat 12 buah, sisi bagian timur atau depan terdapat 8 buah, sedangkan sisi selatan dan utara berjumlah sama yaitu 8 buah pahatan arca. Selain itu , corak pahatan Kinara Kinari (manusia burung), Suluran dan Kumuda (daun dan bunga yang menjulur keluar dari sebuah jambangan bulat) dan Kalamakara menjadi pahatan jenis lain yang mengisi dinding Candi Sari selain pahatan arca.

Pintu masuk menuju bagian dalam Candi Sari terkesan apa adanya dikarenakan bagian tangga depan mengalami kerusakan. Saat ini bilik penampil tersebut sudah tidak bersisa, sehingga pintu masuk ke ruang dalam candi dapat langsung terlihat. Hiasan di bingkai dan Kalamakara di atas ambang pintu sangat sederhana, karena hiasan yang indah terletak di dinding luar bilik pintu.

Di dalam candi terdapat tiga ruangan berjajar yang masing-masing berukuran 3,48 m x 5,80 m. Kamar tengah dan kedua kamar lainnya dihubungkan oleh pintu dan jendela. Bilik-bilik ini aslinya dibangun sebagai bilik bertingkat. Tinggi dindingnya dibagi dua dengan lantai kayu yang disangga oleh empat belas balok kayu yang melintang, sehingga dalam candi ini seluruhnya terdapat 6 ruangan. Dinding bagian dalam kamar polos tanpa hiasan. Pada dinding belakang masing-masing kamar terdapat semacam rak yang letaknya agak tinggi yang dahulu dipergunakan sebagai tempat upacara agama dan menempatkan arca. Di lantai bawah terdapat beberapa tatakan arca dan relung bekas tempat meletakkan arca. Tak satupun dari arca-arca tersebut yang masih tersisa saat ini. Pada dinding kamar utara dan kamar selatan terdapat relung untuk menempatkan penerangan.

Lantai dan bagian bangunan yang terbuat dari kayu sekarang sudah tidak ada, tetapi pada dinding masih terlihat lubang-lubang bekas tempat menancapkan balok penyangga. Di dinding bilik yang paling selatan didapati batu-batu yang dipahat menyerong, yang berfungsi sebagai penyangga ujung tangga yang terbuat dari kayu. Atap candi berbentuk persegi datar dengan hiasan 3 buah relung di masing-masing sisi. Bingkai relung juga dihiasi dengan pahatan sulur-suluran dan di atas ambang relung juga dihiasi dengan Kalamakara. Puncak candi berupa deretan stupa, yang terdiri atas sebuah stupa di setiap sudut dan sebuah di pertengahan sisi atap.

(Aan Ardian/www.kotajogja.com)

Foto - Foto Lain